Januari 03, 2015

Sumber Daya Alam : Ilegal Loging

BAB I
PENDAHULUAN

            Sumber Daya Alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Secara teoritis, SDA dibagi menjadi dua yaitu SDA yang dapat diperbarui dan SDA yang tidak dapat diperbarui. SDA yang dapat diperbarui meliputi tanah, tumbuhan, hewan dan Hutan.
Pengelolaan SDA tergantung pada jenis kepemilikannya. Ada tiga jenis kepemilikan yang dikenal, yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum.
1.        Kepemilikan pribadi merupakan kepemilikan yang dapat dimiliki secara individual seperti rumah, mobil, sawah, dll.
2.        Pemilikan negara merupakan kepemilikan pribadi yang merupakan aset negara, seperti kantor pemerintahan, mobil inventaris, dll.
3.        Kepemilikan umum merupakan kepemilikan yang merupakan milik semua rakyat, bukan milik pribadi dan bukan pula milik negara. Semua bentuk pemilikan umum tidak boleh dikuasai secara individual, baik perorangan ataupun perusahaan. Pengelolaan kepemilikan umum diwakilkan kepada negara yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya, Yang mana nantinya itu semua diolah dan dikembalikan ke pada rakyat berupa subsidi untuk kebutuhan primer (sandang, papan dan pangan) serta kebutuhan pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Dan salah satu contohnya Hutan.
Hutan sebagai sumber daya alam yang terbarukan, memiliki berbagai manfaat penting bagi keberlangsungan hidup mahluk hidup. Karena Hutan mempunyai fungsi yang beraneka ragam, antara lain sebagai penghasil kayu dan hasil-hasil hutan lainnya serta sebagai pelindung lingkungan dan penyangga kehidupan yang mengatur tata air, melindungi kesuburan tanah, mencegah banjir dan tanah longsor, mencegah erosi, dan lain, lain. Pengelolaan hutan yang baik harus dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Tidak hanya itu, pengelolaan hutan yang baik juga harus memperhatikan aspek-aspek kelestarian hutan, seperti aspek ekologi, produksi, serta sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan.
Kebijakan pengelolaan kehutanan di satu sisi dapat jugas meningkatkan devisa negara. namun di sisi lain telah menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak pembangunan kehutanan tidak cukup nyata terhadap peningkatan kesejahteraan. Kondisi ini menjadi tekanan yang menyebabkan sulitnya mencapai pengelolaan hutan secara lestari. Salah satu contohnya adalah Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal logging).
Secara umum Penebangan liar (illegal logging) adalah tindak kejahatan terhadap hutan yang merugikan negara, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara sosial, dan lingkungan. Potensi kerugian yang ditanggung negara akibat pembalakan liar mencapai Rp 83 miliar per hari atau Rp 30,3 tri­liun per tahun. Dan hampir memus­nahkan ti­ga perempat hu­tan alam di Indo­ne­sia. Luas areal hutan Indonesia yang hilang da­lam setahun setara dengan luas negara Swiss, yakni 41.400 kilo­meter persegi.
Dilihat segi sosial dapat munculkan sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah, serta antara baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah pohon tertentu sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim global, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka. Dan juga dapat menurunkan kadar oksigen di udara.
Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut, sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga tidak terjaga lagi kelestariannya. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa menerapkan pengelolaan yang baik maka hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin lagi.

BAB II
ANALISIS KASUS
CONTOH KASUS :
Perusahaan Inggris Tersangkut Kasus 'Illegal Logging'
Senin, 14 Januari 2013 | 11:07
Ilustrasi kasus illegal logging [antara]
[KUTAI] PT Prima Mitrajaya Mandiri (PMM), yang kini 92,5 % dimiliki sahamnya oleh perusahaan publik Inggris, yaitu MP Evan & Co Limited, diduga telah melakukan illegal logging di atas lahan seluas 540 hektare di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.  

“Perusahaan itu diduga melanggar Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dengan mendirikan bangunan, gudang, rumah, dan kantor sejak tahun 2007 lalu. Bahkan, di lahan tersebut, PT PMM telah melakukan panen sawit,” kata  Robin Siagian dan Henry Napitupulu dari Kantor Pengacara SNR, yang mewakili Halim Jawan, direksi yang juga pemegang saham minoritas 
PT PMM, di Jakarta, Senin (14/1). 

Guna membuktikan kebenaran illegal logging itu, pihaknya telah mendapatkan surat konfirmasi dari Dirjen Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan Nomor S.1199/VII-KUH/2012 tanggal 5 Oktober 2012, yang menyebutkan bahwa lahan yang dimaksud termasuk dalam lahan yang tertera dalam Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, yang sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Perusahaan diduga telah melanggar Pasal 1 UU Kehutanan No 40 Tahun 1999, yang menyebutkan bahwa kawasan hutan adalah kawasan tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaan sebagai hutan tetap, dan karenanya setiap penggunaan dan atau pemanfaatan wilayah hutan atau Kawasan Budidaya Kehutanan yang tidak sesuai dengan peruntukannya merupakan perbuatan melawan hukum.” Katanya. Halim Jawan, saat ini sedang menghadapi tuntutan dari mitra asingnya tersebut, dengan tuduhan penggelapan atas biaya pengurusan HGU setelah Halim Jawan melaporkan kasus illegal logging tersebut ke kepolisian. Menurut Robin, pada awalnya, Halim Jawan adalah pendiri PT PMM dan PT Teguh Jayaprima Abadi (TJA),namun kemudian 92% sahamnya dibeli oleh MP Evans & Co Ltd dan Sungkai Holdings Ltd.  

Penyebab Perusahaan Inggris Tersangkut Kasus 'Illegal Logging'  :

1.             Perusahaan Inggris itu melanggar Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dengan mendirikan bangunan, gudang, rumah, dan kantor sejak tahun 2007 lalu. Yang mana kawasan hutan tersebut termasuk dalam lahan yang tertera dalam Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, yang sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
2.             Perusahaan melanggar Pasal 1 UU Kehutanan No 40 Tahun 1999, yang menyebutkan bahwa kawasan hutan adalah kawasan tertentu yang ditunjuk dan ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaan sebagai hutan tetap, dan karenanya setiap penggunaan dan atau pemanfaatan wilayah hutan atau Kawasan Budidaya Kehutanan yang tidak sesuai dengan peruntukannya merupakan perbuatan melawan hukum.

 Identifikasi Akar Masalah dari Illegal loging
Pembukaan kawasan hutan dalam skala besar untuk berbagai keperluan pembangunan, dan penebangan kayu secara tidak sah (illegal logging), perburuan satwa liar tanpa izin, penjarahan, perambahan, dan kebakaran hutan. Eksploitasi yang tinggi tersebut menghadirkan kekhawatiran yang mendalam terhadap masa depan hutan dan kehutanan di Indonesia. Berdasarkan lokasinya, laju deforestasi terbesar terjadi di Kalimantan yaitu sebesar 0,55 juta ha per tahun.

Selain itu tingginya permintaan kebutuhan kayu yang berbanding terbalik dengan persediaannya. Yang mana tidak mampu mencukupi tingginya permintaan kebutuhan kayu. Hal ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional dan besarnya kapasitas  industri kayu dalam negeri/konsumsi lokal. Tingginya permintaan terhadap kayu di dalam dan luar negeri ini tidak sebanding dengan kemampuan penyediaan industri perkayuan. Ketimpangan antara persediaan dan permintaan kebutuhan kayu ini mendorong praktik illegal logging di taman nasional dan hutan konservasi.
Kegiatan pembalakan liar tidak berdiri sendiri, namun saling terkait dalam suatu jaringan bisnis kayu ilegal yang melibatkan para pemodal (cukong) pembalak kayu, pengusaha transportasi kayu, pedagang kayu, industri pengolahan kayu, dan oknum aparat penegak hukum.
Bank Dunia mengungkapkan praktik pembalakan liar (illegal logging) di Indonesia dijalankan oleh mafia. Dari pembalakan liar itu, organisasi kejahatan tersebut mengalirkan sebagian keuntungannya kepada pejabat pemerintah yang korup. Hal itu terungkap dari laporan analisis Bank Dunia terbaru, bertajuk Justice for ForestsImproving Criminal Justice Efforts to Combat Illegal logging yang dipublikasikan pada 21 Maret 2012. Selain Indonesia, praktik seperti itu terjadi di banyak negara, termasuk beberapa negara di Afrika Barat. Akibat pembalakan liar berskala besar, setiap tahun Indonesia kehilangan Rp36 triliun. Kebanyakan kayu hasil pembalakan liar itu diselundupkan ke Luar Negeri.

Para Pelaku Illegal logging 
Banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan illegal logging, jika pelakunya hanya masyarakat sekitar hutan yang miskin tentu saja tindakan ini dengan mudahnya dapat dihentikan oleh aparat kepolisian. Dari hasil identifikasi pelaku illegal logging, terdapat enam aktor utama, yaitu :
1.             Cukong yaitu pemilik modal yang membiayai kegiatan penebangan liar dan yang memperoleh keuntungan besar dari hasil penebangan liar. Di beberapa daerah dilaporkan bahwa para cukong terdiri dari anggota MPR, anggota DPR, pejabat pemerintah (termasuk para pensiunan pejabat), para pengusaha kehutanan, oknum TNI dan POLRI.
2.             Sebagian masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar kawasan hutan maupun yang didatangkan sebagai pelaku penebangan liar (penebang dan pengangkut kayu curian).
3.             Sebagian pemilik pabrik pengolahan kayu (industri perkayuan) skala besar, sedang, dan kecil, sebagai pembeli kayu curian (penadah).
4.             Oknum pegawai pemerintah (khususnya dari instansi kehutanan) yang melakukan KKN, memanipulasi dokumen, dan tidak melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya.
5.             Oknum penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, TNI) yang bisa dibeli dengan uang sehingga para aktor pelaku penebangan liar, khususnya para cukong dan penadah kayu curian dapat terus lolos dengan mudah dari hukuman. Oknum TNI dan POLRI turut terlibat, termasuk ada yang mengawal pengangkutan kayu curian di jalan-jalan kabupaten/provinsi.
6.             Pengusaha asing yang menyelundupkan kayu hasil curian ke Malaysia, Cina, dan ke negara lain.

Karena illegal logging merupakan suatu kejahatan, maka sebagian ahli lingkungan memandang sebagai kejahatan global yang luar biasa. Pandangan ini begitu ekstrim oleh karena dampak praktek illegal logging, berlangsung dari hari ke hari, semakin meningkat dengan tingkat kualitas dan modus operansi yang kian kompleks. Sehingga amat mustahil praktik kejahatan illegal logging dapat ditanggulangi tanpa mengggunakan pendekatan terpadu.
Pada kenyataannya, tidak mudah bagi  aparat penegak hukum untuk menyeret aktor utama illegal logging. Kondisi tersebut disebabkan 2 hal anatara lain :
1.             Praktik illegal logging tidak murni berdiri sendiri, namun telah terbangun jaringan kerjasama yang merambah ke praktik penyelundupan yang melibatkan negara luar. Akibatnya praktik illegal logging sungguh bertambah banyak dari unsur tindak pidana dan keterlibatan unsur asing. Sehingga tidak mengherankan sekiranya kecenderungan umum praktik illegal logging juga memiliki sifat kejahatan lintas negara (Trans-National Organized Crime). Suatu kejahatan yang dilakukan bukan saja karena adanya unsur obyek dan subyek melintas negara, melainkan karena adanya hubungan transaksional antara negara-negara di sekitarnya.

2.             Kasus Illegal logging sebagai kejahatan bioterrorisme yang luar biasa mengandung unsur tindak pidana pencurian, pembunuhan berencana terhadap keanekaragaman hayati termasuk bencana alam yang membahayakan umat manusia. Pencucian uang (money laundry), tindak pidana korupsi, penyelundupan, penggelapan dan bahkan terorisme.

Pemecahan Masalah
Beberapa cara agar permasalahan illegal logging dapat diminimalisir untuk diberantas yaitu :
1.             Pencegahan illegal loging dapat dilaksanakan dengan penentuan tujuan seperti terwujudnya pengamanan hutan, pemulihan tanah serta terwujudnya pelestarian hutan.
2.             Pengembangan pengelolaan hutan bersama masyarakat, dengan peningkatan pengawasan hutan serta pengembangan langkah intensif sebagai upaya preventif dari tindakan illegal logging.
3.             Mensosialisasikan melalui stakeholder dan masyarakat luas disekitar hutan agar merawat hutan dan menyampaikan dampak buruk yang terjadi akibat illegal logging, serta dapat di informasikan melalui media cetak maupun elektronik.
4.             Program yang bisa dilaksanakan adalah pemantapan koordinasi dan pemberdayaan masyarakat serta pemantapan pengawasan serta evaluasi berkala. Pemerintah Pusat dan Daerah mengkoordinasikan penanggulangan illegal logging antara instansi terkait, masyarakat dan swasta. Program yang diterapkan adalah pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat menekan penebangan liar ( illegal logging )
5.             Kebijakkan penanggulangan illegal logging dilakukan melalui penegakan hukum yang lebih adil lagi agar memberikan efek jera kepada para pelakunya.
6.             Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya-upaya pencegahan (preventif), penanggulangan (represif) dan upaya monitoring (deteksi).
7.             DPR RI dan Pemerintah harus segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (RUU P3L) menjadi Undang-undang P3L, karena pemberantasan Illegal logging memerlukan payung hukum yang lebih kuat.

BAB III
KESIMPULAN

Mengingat besarnya kerugian dan potensi bencana yang mungkin timbul akibat pembalakan liar (illegal logging), sepatutnya illegal logging dinyatakan sebagai suatu bentuk kejahatan luar biasa, sehingga perlu dipertimbangkan untuk penggunaan pasal berlapis bagi para pelakunya. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat penanganan kasus illegal logging hingga saat ini terkesan masih kurang optimal, sebagaimana terlihat dari masih banyaknya kasus illegal logging yang proses hukumnya berhenti, dihentikan, atau menghasilkan vonis yang sangat ringan bahkan banyak pula yang memperoleh vonis bebas.

Dengan kata lain, kejahatan illegal logging merupakan suatu kejahatan yang memiliki sifat luar biasa (extra ordinary crime), sebagaimana kejahatan korupsi dan kejahatan terorisme, atau bioterrorism. Karena itu, dalam penegakan hukum kejahatan illegal logging tidak saja karena sifat perbuatannya telah melanggar peraturan hukum yang begitu kompleks, yaitu pelanggaran terhadap Undang-undang Kehutanan, Undang-undang Lingkungan Hidup, dan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Dalam praktiknya kejahatan ini juga dilakukan oleh suatu organisasi tertentu yang bersifat lintas negara. Sehingga dalam penegakannya pun harus melibatkan keterpaduan antarinstitusi penegak hukum serta Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan.

Praktik pengurusan dan pengelolaan hutan antara lain ditentukan oleh kebijakan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah serta implementasinya di lapangan. Dengan penurunan kinerja pembangunan kehutanan yang telah terjadi, implementasi kebijakan tersebut terbukti belum efektif. Efektivitas implementasi suatu kebijakan dapat terjadi hanya apabila kebijakan dirumuskan atas dasar masalah yang tepat serta terdapat kemampuan menjalankan solusinya di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA 
http://www.dpr.go.id/id/ruu/Korinbang/Komisi4/119/RUU-TENTANG-PENCEGAHAN-DAN- PEMBERAN TASAN-PEMBALAKAN-LIAR-P3L.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar